Sabtu, 22 Desember 2012
Rabu, 06 Juni 2012
Pengaruh Agensi Terhadap Kolektibilitas Kredit
Kredit Perbankan
Lembaga keuangan merupakan suatu
organisasi yang melaksanakan fungsi utama dalam menyalurkan dana masyarakat,
dari yang surplus sebagai sumber dana kepada mereka yang kekurangan dana dalam bentuk
kredit (financial intermediary). Suatu lembaga yang termasuk sebagai lembaga
keuangan ialah Bank. Sebagai pelaksana fungsi financial intermediary, bank
harus menyalurkan dana yang dimilikinya dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan
fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil
atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit.
Kredit
merupakan merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang
atau badan usaha untuk meminjam uang dengan nominal tertentu dalam jangka
waktu tertentu dan tingkat bunga tertentu. Dana yang disalurkan dalam
bentuk kredit bersumber dari dana
simpanan pihak ketiga dalam bank yang bersangkutan. Yang nantinya selisih
antara bunga kredit dengan bunga deposito adalah keuntungan bank.
Sebagai
suatu badan yang memiliki kewenangan dalam menjalankan kebijakan moneter, Bank
Indonesia menghimbau bank umum untuk mencari sumber keuntungan melalui kredit,
agar uang beredar dimasyarakat dan tetap menjalankan fungsinya sebagai financial
intermediary, meskipun bank dapat pula bergerak dalam kegiatan sekuritas
moneter seperti pasar uang dan lain lain dalam mencari keuntungan.
Kredit
memiliki beberapa peranan, antara lain adalah untuk meningkatkan daya guna
uang, meningkatakan peredaran dan
lalulintas uang, meningkatkan daya guna
dan peredaran barang, menjadi salah satu stabilitas ekonomi, meningkatkan kegairahan
berusaha, meningkatkan pemerataan pendapatan serta menjadi alat untuk
meningkatkan hubungan internasional
Dalam
rangka mendorong masyarakat menggunakan dana bank melalui fasilitas kredit ini kemudian bank banyak bekerjasama dengan
lembaga lembaga independent seperti leasing ataupun agency, yang berusaha
menyediakan dana kepada masyarakat dengan persyaratan pinjaman yang lebih
mudah. Seperti halnya leasing yang meningkatkan kredit melalui penjualan suatu
produk dengan cicilan, agency juga berusaha meningkatkan kredit melalui
pemberian pinjaman berupa uang kepada masyarakat dengan cara yang lebih mudah
dibandingkan dengan melakukan pinjaman langsung kepada bank. Namun, dengan
konsekuensi tingkat bunga yang lebih tinggi.
Dalam
pembahasan kali ini, akan lebih mengacu kepada penyaluran kredit melalui
agency, apakah keuntungannya bagi perbankan, seberapa besar peran agensi dalam
meningkatkan kredit serta apa pengaruh agensi sebagai suatu lembaga penggerak
kredit terhadap tingkat kolektibilitas kredit.
Definisi
Agensi
Agensi adalah suatu lembaga keuangan
non bank yang menyediakan jasa kredit kepada masyarakat dengan jaminan lebih
rendah dibandingkan dengan lembaga keuangan bank. Agensi dibentuk sebagai suatu
media penyalur kredit dalam rangka meningkatkan kredit bagi masyrakat. Agency
biasanya memberikan pinjajaman dalam bentuk kredit konsumen, artinya dana yang
salurkan diperuntukkan untuk konsumsi masyarakat. Posisi agency terhadap Bank
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar
1 : Alur Kredit
Dalam
ilustrasi diatas digambarkan bahwa bank meminjamkan sejumlah dana dalam jumlah
besar dengan tingkat bunga i1 kepada agensi, selanjutnya agensi meminjamkan
dana pinjamannya kepada kreditor dalam bentuk kredit konsumen dengan tingkat
bunga tertentu i2. Dimana i2 > i1. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa
kredit bank juga berperan sebagai penyedia dana bagi agensi. agensi memberikan
pinjaman berupa uang kepada masyarakat dengan cara yang lebih mudah
dibandingkan dengan melakukan pinjaman langsung kepada bank. Namun, dengan
konsekuensi tingkat bunga yang lebih tinggi.
Agensi
sebagai penyedia dana untuk konsumen masyarakat dapat diklasifikasi menjadi
beraneka ragam bentuknya salah satu yang terkenal dan banyak diminati akhir
akhir ini aialah agensi kartu kredit yang akan dibahas pada sub Bab berikutnya.
Agensi
Kertu Kredit
Agensi
Kartu kredit merupakan perusahaan yang ditugaskan oleh bank yang menerbitkan kartu kredit (Card
Issuer) untuk memasarkan produk kartu kredit mereka ke khalayak ramai. Dalam
menjalankan tugasnya, perusahaan agensi akan merektut dan menugaskan para agen
agen kartu kredit mereka. Pada dasarnya, perusahaan agensi bukan saja
tergantung pada pinjaman tunai maupun kartu kredit saja. Melainkan juga
obligasi dan berbagai produk bank lainnya, tergantung produk yang dikeluarkan
oleh bank yang bersangkutan serta kerjasama antara pihak dank dan perusahan
agensi.
Akhir
akhir ini banyak bank bank yang menjalin kerjasama dengan perusahaan perusahaan
agensi, dengan alasan efisiensi dan efektivitas dalam memasarkan produknya,
diharapkan agency dapat memperluas penyebaran dana bank melalui fasilitas
kredit dengan lebih efisien dan efektif.
Resiko
Kredit
Ketika bank memberikan
pinjaman uang kepada nasabah, bank tentu saja mengharapkan keuntungan atas
bunga dan pokok pinjaman dari kreditornya. Oleh kerena itu, sebelum melakukan
kredit, tentunya bank akan melakukan analisis terhadap kemungkinan kemungkinan
resiko yang mungkin terjadi atas penyaluran kreditnya salah satunya ialah
kredit macet.
Kredit yang diberikan oleh bank
mengandung risiko, sehingga dengan demikian dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko
tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan
merupakan faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Tingkat kesehatan
bank merupakan hal terpenting
yang harus diusahakan oleh manjemen bank. Pengelola bank diharuskan memantau
keadaan kualitas aktiva produktif
yang merupakan salah
satu faktor yang
mempengaruhi kesehatannya.
Dalam dunia perbankan, terdapat
indicator yang digunakan dalam menganalisa kemungkinan resiko kredit macet yang
diatur oleh bank Indonesia dan disebut sebagai Kolektibilitas kredit.
Kolektibilitas Kredit
Penilaian terhadap
kualitas aktiva produktif
didasarkan pada tingkat kolektibilitas kreditnya. Kolektibilitas adalah suatu pembayaran pokok
atau bunga pinjaman oleh nasabah sebagaimana terlihat dalam tata usaha bank
berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No.32/268/KEP/DIR tanggal 27 Februari
1998.
Penggolongan kolektibilitas aktiva produktif sampai sejauh ini hanya
terbatas pada kredit yang diberikan.
Ukuran utamanya adalah
ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitur
baik ditinjau dari usaha maupun nilai agunan kredit yang bersangkutan.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan
oleh bank untuk melihat kemampuan debitur dalam mengembalikan pembayaran pokok
atau angsuran pokok dan bungan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati
bersama dalam perjanjian kredit serta ditinjau dari prospek usaha, kondisi
keuangan dan kemampuan membayar kredit yang diberikan, maka seluruh kredit yang
telah diberikan dapat digolongkan manjadi 5 (lima) golongan, yaitu :
1. Kategori Kredit Lancar ( Pass )
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Pembayaran angsuran pokok dan bunga
tepat waktu.
Memiliki Mutasi rekening yang aktif.
Bagian dari kredit dijamin dengan uang
tunai.
2. Kategori Kredit Kurang Lancar (
Substandard ) apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Terdapat tunggakan angsuran Pokok dan
Bunga yang telah melampaui 90 hari.
Frekuensi mutasi rendah.
Terjadi pelanggaran terhadap kontrak
yang telah di janjkan lebih dari 90 hari
Terjadi Mutasi masalah keuangan yang
dihadapi debitur.
Dokumentasi pinjaman lemah.
3. Kategori Kredit Diragukan
(Doubfull) apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Terdapat tunggakan angsuran pokok atau
bunga yang telah melampaui 180 hari.
Terjadinya wanprestasi lebih dari 180
hari.
Terjadi cerukan yang bersifat
permanen.
Terjadi Kapitalisasi bunga
Dokumentasi hukum yang lemah baik
untuk perjanjian maupun Pengikat pinjaman.
4. Kategori Kredit Macet ( Loss )
apabila memenuhi kriteria :
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang
telah mencapai 270 hari.
Kerugian operasional di tuntut dengan pinjaman
baru
Dari segi hukum maupun kondisi pasar.
Jaminan tidak dapat di cairkan pada nilai wajar
Kredit Macet
Kredit macet atau kredit bermasalah (Non Performing Loan) merupakan suatu
resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah
pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditetapkan atau dijadwalkan. Yang termasuk ke dalam non performing loan adalah kredit kurang
lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia
No. 3/30/DPNP Tanggal 14 Desember 2001, NPL dapat dihitung dengan rumus :
Peningkatan NPL dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan bank, oleh karena itu bank
dituntut untuk selalu menjaga kredit tidak dalam posisi NPL yang tinggi.
Agar
dapat menentukan tingkat wajar atau sehat maka ditentukan ukuran standar yang
tepat untuk NPL. Dalm hal ini Bank Indonesia menetapkan bahwa tingkat NPL yang
wajar adalah £ 5% dari total portofolio kreditnya. Selain
dengan menggunakan NPL untuk menetukan tingkat kesehatan bank ada beberapa
rasio sewbagai tolok ukur yang dinilai dari tingkat kolektibilitas kredit.
Tolok Ukur Penilaian Kolektibilitas Kredit
Untuk mengetahui tingkat kesehatan kredit
tersebut telah dikeluarkan SK DIR BI No. 31/147/KEP/DIR, tanggal 12 November
1998 sebagai pedoman untuk menilai tingkat kolektibilitas kredit (Syahyunan,
2002) , diantaranya adalah sebagai berikut:
Keterangan :
DPK = Dalam
Perhatian Khusus
KL = Kurang Lancar
D = Diragukan
M = Macet
Ketentuan
Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bank berkinerja baik mencatat kredit macet
maksimal 5% (mengacu pada angka yang dipersyaratkan BI pada Non Performance
Loan).
Nilai
kolektibilitas kredit kita gunakan sebagai dasar perhitungan kualitas aktiva
produktif dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kriteria kesehatan bank dapat dikelompokkan
dalam 4 (empat) kelompok yaitu :
Pengaruh Agensi Kredit Terhadap Kolektibilitas
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa peran dari lembaga non bank seperti parusahan
agensi bertujuan untuk meningkatkan kredit, dilihat dari keuntungannya dimana
tidak terdapat terlalu banyak persyaratan untuk dapat melakukan pinjaman,
sehingga cenderung lebih mudah dibandingkan dengan melakukan peminjaman
langsung kepada bank maka dapat dikatakan bahwa kehadiran perusahaan agensi
dapat secara potensial meningkatkan
kredit, sehingga dana bank dapat tersebar di masyarakat. Namun disisi
lain, karena perusahaan agensi merupakan pihak ketiga, dimana sumber dananya
juga berasal dari bank, sehingga menyebabkan tingkat bunga yang ditawarkan
untuk pinjaman akan lebih tinggi, hal ini dapat secara signifikan meningkatkan
kredit macet dan non performing loan, apabila dilakukan tanpa pengawasan dan analisis
kredit yang memadai.
Referensi :
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2,
Paper
Minggu, 03 Juni 2012
Negative Miss Match
Negative Mismatch dalam Masalah
Likuiditas Bank
Sebagai suatu lembaga masyarakat yang
menjalankan fungsi intermediasi, yaitu lembaga yang menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat, bank tidak terlepas dari berbagai resiko usaha, salah satunya
ialah resiko yang berkaitan dengan masalah likuiditas. Yang merupakan masalah
yang cukup krusial dan banyak dialami beberapa bank yang pada akhirnya harus
dilikuidasi karena tidak mampu memenejemen dan mengatur aliran dananya dengan
baik. Oleh karenanya diperlukan adanya suatu kebijakan dan manajemen resiko
yang baik sehingga tingkat resiko yang memiliki kemungkinan untuk terjadi dapat
diidentifikasi, dimonitor serta dikendalikan sehingga resiko yang berkaitan
dengan masalah likuiditas dapat selalu dijaga untuk selalu berada dalam tingkat
yang dapat ditoleransi.
Dalam makalah kali ini akan dibahas mengenai
masalah mismatch atau gap yaitu suatu ketidak seimbangan
sebagai suatu masalah yang berkaitan dengan tingkat likuiditas suatu bank. Lalu
langkah apa yang harus ditempuh dalam mengatur aliran dana bank untuk
meminimalisasi terjadinya ketidak seimbangan antara penerimaan dan penarikan
dana pada bank yang dikenal dengan mismatch.
Likiuditas
Perbankaan
Likuiditas pendanaan, dapat didefinisikan
sebagai kemampuan suatu bank dalam memenuhi kewajiban dengan relative cepat
ketika kewajiban tersebut jatuh tempo, atau secara sederhana, likuiditas adalah
suatu keaadaan disaat suatu pihak memiliki kecukupan dana saat dibutuhkan.
Sehingga suatu bank disebut likuid disaat bank tersebut mampu memenuhi
kewajibannya saat kewajiban tersebut jatuh tempo. Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban
adalah berupa permintaan likuiditas yang bersumber dari penarikan dana
masyarakat atau pencairan kredit yang sudah disetujui atau penarikan lainnya
oleh para kreditor bank.
Sehingga pada prinsipnya likuiditas adalah
kemampuan bank untuk menyediakan sejumlah dana untuk memenuhi permintaan dana
pihak lain. Sehingga, likuiditas bank dapat dicapai saat jumlah pengeluaran
atau pembayaran dana (outflow) lebih
kecil dari persediaan uang atau kas yang dimiliki bank. Dapat dinyatakan dengan
notasi sebagai berikut
Outflow < inflow + Stock of Money
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sumber dana
bank ialah berasal dari masyarakat dan kemudian dialokasikan kepada masyarakat
lagi dalam berbagai macam jenis pinjaman atau kredit. Didalam masalah
likuiditas, hal yang perlu diperhatikan salah satunya ialah karakteristik
sumber dana bank yang beraneka ragam dengan variasi tingkat volatilitas yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Misalnya ialah simpanan giro yang
memiliki peluang lebih besar untuk ditarik oleh nasabahnya dibandingkan dengan
deposito, atau dapat dikatakan sifat giro yang lebih volat dibandingkan dengan
deposito ataupun tabungan. Hal hal seperti tersebut lah yang menjadi
pertimbangan suatu bank dalam menentukan besarnya dana yang akan dipinjamkan
sebagai kredit ke masyarakat. Sehingga antara Asset dengan liabilities harus
selalu terjaga keseimbangannya agar suatu bank memiliki tingkat likuiditas yang
baik.
Negative Miss
Match dalam masalah Likiuditas
Mismatch dapat diartikan sebagai suatu ketidak
seimbangan antara penerimaan dan penarikan dana pada bank, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Dikatakan sebagai positive mismatch disaat Rate Sensitive Asset (asset yang
sensitive terhadap bunga) lebih besar daripada Rate Sensitive Liabilities (kewajiban yang sensitive terhadap
bunga) yang berarti bahwa pendapatan bergerak searah dengan tingkat bunga.
Sedangkan negative mismatch terjadi disaat rate sensitive asset lebih kecil
daripada rate sensitive liabilities yang berarti bahwa tingkat bunga dan
tingkat pendapatan bergerak dalam arah yang berlawanan. Rumus Mismatch atau Gap
dapat digambarkan sebagai berikut :
Mismatch = RSA - RSL
Dapat dikatakan bahwa negative mismatch
terjadi sebagai akibat dari adanya menejemen likuiditas yang kurang baik.
misalnya ialah pendanaan pinjaman jangka pendek dengan sumber dana deposito
masyarakat yang bersifat jangka panjang atau sebaliknya, juga memberikan
pinjaman dengan tingkat bunga kredit yang lebih kecil dari tingkat bunga sumber
dana. Contohnya ialah pemberian pinjaman untuk Kredit Usaha Kecil dengan
menggunakan dana yang bersumber dari deposito masyarakat. Hal ini tidak dapat
dilakukan karena tingkat bunga deposito lebih tinggi dari tingkat bunga kredit.
Hal ini akan menciptakan suatu kerugian bagi bank, karena sumber keuntungan
bank adalah selisih positif dari tingkat bunga deposit dan tingkat bunga
kredit. Sehingga, seharusnya kredit Usaha Kecil dapat didanai oleh simpanan
masyarakat pada bank yang memiliki tingkat bunga lebih rendah misalnya ialah
tabungan. Jenis simpanan Giro juga tidak dapat digunakan untuk mendanai Kredit
Usaha Kecil karena memiliki volatilitas yang tinggi sehingga dapat ditarik oleh
pemilikinya sewaktu waktu dibandingkan dengan tabungan.
Dari kasus diatas, diperlukan adanya suatu
manajemen yang baik yang mengatur keseimbangan antara asset dan kewajiban untuk
menghindari terjadinya dampak dari negative mismatch.
Gap
Management
Manajemen Gap adalah upaya upaya yang dapat
digunakan untuk mengelola dan mengendalikan kesenjangan (mixmatch) antara assets dan liabilities pada suatu periode yang
sama, meliputi kesenjangan dalam hal jumlah dana, suku bunga, maturity atau
perpaduan ketiganya (mix mismatch).
Gap Management adalah suatu aktifitas untuk menata dan mengatur Assets dan
Liabilities yang sensitive terhadap gejolak tingkat bunga, dalam meminimalisasi
pengaruhnya sehingga dapat dicapai keuntungan yang stabil dan berkembang.
Tujuan dari Gap manajemen adalah mengelola
resiko perubahan tingkat bunga dalam hubungannya dengan kesenjangan posisi (mixmatch) untuk tujuan repricing
structure pada kedua posisi neraca (Assets
dan Liabilities), memaksimalkan pendapatan bunga neto (net interest income) namun tetap pada tingkat fresiko yang dapat
ditolerir dan menata struktur neraca untuk mencapai hasil maksimal dalam
kaitannya dengan arah prubahan tingkat bunga yang mungkin terjadi, atau dengan
kata lain bahwa tujuan dari Gap Manajemen adalah untuk mempersempit lebarnya
kesenjangan antara Rate Sensitive Asset
dan Rate Sensitive Liability.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penatan sensitive Asset dan sensitive liabilities antara lain adalah :
·
Maturity and
Repricing, maturity adalah jangka
waktu sisa jatuh tempo, sedangkan repricing adalah jangka waktu
penetapan kembali tingkat suku bunga. Maturity dan repricing disini adalah
Maturity atau Repricing yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak
atau disebut Contractual Date
·
Interest Rate Forecast, yaitu perkiraan terhadap perubahan tingkat bunga.
·
Accelerating Change, yaitu pengaturan posisi dengan berdasar kepada interest rate forecast.
Keputusan yang
diambil dalam manajemen Gap misalnya ialah dengan:
·
mengubah struktur
jangka waktu liabilities dalam
menentukan sumber dana dan tingkat bunganya.
·
Mengubah struktur
jangka waktu Asset misalnya dengan
mengubah kebijakan kredit dan mengubah struktur jangka waktu asset dalam hal
penjualan investasi.
Referensi :
http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=119:gap-management-a-net-interest-margin&catid=70:alma&Itemid=103
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/peb96120.pdf
http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=119:gap-management-a-net-interest-margin&catid=70:alma&Itemid=103
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/peb96120.pdf
“Manajemen Dana Bank : Prinsip dan
Regulasi di Indonesia” oleh : E.S Margianti dan Budi Hermana
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2,
Paper
About Bank & Lembaga Keuangan ( Perhitungan Saldo pada Bank )
Perhitungan Saldo pada Bank
Terdiri atas dua perhitungan yaitu pada akhir hari dan akhir bulan.
Pada akhir hari : Jumlah saldo rekening
Pada akhir bulan : Jumlah akhir hari dan Bunga, hitungan pada akhir bulan akan menjadi saldo awal pada bulan berikutnya.
Conto Kasus : ( Bunga 10%)
5/5 Setor tunai 50 jt
7/5 Pinbuk kredit dari deposito 10 jt
10/5 Pinbuk debet u/ tabungan joko ( Karman Bank) 15 jt
18/5 Pinbuk debet u/loan atun 10 jt
Maka perhitungan pada bank ialah :
Pada akhir hari / saldo rekening
Pada akhir bulan
Perhitungan bunga terdpat 3 metode :
1) Saldo terendah : melihat jumlah saldo terendah
2) Saldo rata-rata : merata – ratakan jumlah seluruh saldo
3) Saldo Harian : dihitung setiap ada transaksi
Hitungan Saldo Terendah :
Hitungan Saldo Rata – Rata :
HitunganSaldo Harian :
Perhitungan Kredit :
• Flat
Biasa digunakan untuk perhitungan kredit jangka panjang
Contoh : 10 jt, ( 10% per tahun ), selama 3 tahun,
Maka hitungannya adalah 10 jta x 30 % = xxx / 36 ( jmlah bulan)
• Annuitas
Dihitung berdasarkan seberapa lama kredit itu digunakan, biasanya perhitungan ini digunakan pada kredit card.
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2
About Bank & Lembaga Keuangan ( Hubungan serta Penomoran nasabah Kantor Pusat dan Kantor Cabang – cabangnya )
Part_4
Hubungan serta Penomoran nasabah Kantor Pusat dan Kantor Cabang – cabangnya
Seperti terlihat dari gambar diatas,Nomor ditiap Kantor akan digunakan yang digunakan sebagai nomor nasabah nomor itu bersumber dari Jenis rekening Giro, Tabungan, Deposito. Dimisalkan Giro(1), Tabungan (2), Deposito (3).
Contoh penomoran :
Di KCP 1 :
Atun : (2,2,1,1,1….,01)
Tuti : (2,2,1,1,1….,02)
Di KCU 2 :
Alex : (2,2,1,1…,01)
Bubu : (2,2,1,1…02)
DI KP :
Misyel : (2,2,..,01)
Jeki : (2,2,…02)
Ketika ada transaksi antara Jeki ke Bubu, Akun transaksinya adalah :
Debit giro 2,2,….,02
Kredit 2,2,1,1,….,02
Hubungan serta Penomoran nasabah Kantor Pusat dan Kantor Cabang – cabangnya
Seperti terlihat dari gambar diatas,Nomor ditiap Kantor akan digunakan yang digunakan sebagai nomor nasabah nomor itu bersumber dari Jenis rekening Giro, Tabungan, Deposito. Dimisalkan Giro(1), Tabungan (2), Deposito (3).
Contoh penomoran :
Di KCP 1 :
Atun : (2,2,1,1,1….,01)
Tuti : (2,2,1,1,1….,02)
Di KCU 2 :
Alex : (2,2,1,1…,01)
Bubu : (2,2,1,1…02)
DI KP :
Misyel : (2,2,..,01)
Jeki : (2,2,…02)
Ketika ada transaksi antara Jeki ke Bubu, Akun transaksinya adalah :
Debit giro 2,2,….,02
Kredit 2,2,1,1,….,02
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2
Jumat, 01 Juni 2012
About Bank & Lembaga Keuangan ( Kliring )
Part_3
Mekanisme Transfer dan Kliring
COntoh 1
Mekanisme Transfer dan Kliring
COntoh 1
Keterangan :
1 : Transfer
2 : Kliring
3 : Transfer
Akun di setiap bank :
BRI Jakarta : Debit giro tabungan atun, Kredit rekening antar kantor
BRI Makassar : Debit giro rekening antar kantor,Kredit R/K pada BI
BPD Makassar : Debit giro R/K pada BI, Kredit RAK
BPD Papua Mapi : Debit giro RAK, Kredit giro joko
Contoh 2
Transaksi Antar Luar Negeri ( Lalu Lintas Moneter )
Contoh kasus :
Atun yang sedang berada di Arab, ingin mengirim uang kepada Joko yang sedang berada dijakarta
Berdasarkan alur diatas, atun memiliki 2 cara dalam melakukan pengirimin uang dari Arab ke Joko yang berada di Jakarta yaitu :
1. Bank Draft
Sistem dari bank draft seperti wesel, dalam contoh kasus atun mengirim uang kepa bank of arab untuk dikirimkan kepada Joko, maka Bank of Arab pun akan mengirim surat kepada Joko untu dicairkan di Bank Jakarta
2. Payment Order
Dalam sistem Paymen order maka akan ada kerjasama antara Bank of Arab dan BNI Jakarta. Jika dilihat alur dalam contoh kasus, ketika menerima uang dari Atun, Bank of Arab akan mengirim Uang tersebut kepada BNi Jakarta, dan BNI Jakarta akan memberitahu Joko untuk mencairkan dan atersebut. Agar terhubung antar bank internasional maka bank – bank tersebut harus terlikiuditasi.
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2,
Kliring
ABout Bank & Lembaga Keuangan ( Kliring )
Part_2
Giro Wajib Minimum
Contoh Kasus :
1. Karman punya Uang 100 juta
Giro Wajib Minimum
Contoh Kasus :
1. Karman punya Uang 100 juta
2. Siti deposit 100 jt
Ketika saat karman bank mengeluarkan nota debet keluar sebesar 2 jta, maka dana siti berkurang 2 jt menjadi 6 jt, karena Giro Wajib Minimum sebesar 8% dari 100 jta adalah 8 jta, Dana Siti Bank tidak memenuhi Giro Wajib Minimum maka Siti Bank kalah kliring.
Bank yang kalah kliring harus pinjam ke yang menang kliring, hal ini disebut call money. Kekalahan tersebut tidak berpengaruh pada likiuditas bank, namun hal ini akan berpengaruh saat saldo R/K pada BI bank yang bersangkutan tidak memenuhi giro wajib minimum. Jika bank tersebut kalah kliring terus menerus, berarti bank tersebut tidak likuid. Jadi bank tersebut tidak bisa ikut menjadi bank umum (Kliring).
Cash Reserve
Cash reserve terdiri atas kas dan R/K pada BI, Cash reserve ini bersumber dari Deposit
LOAN
Aturan LOAN terdiri atas :
LDR ( Loan to Deposit Ratio)
Loan/(Deposite+Capital)
Maksimal sebesra 110%, 100% dari deposit dan 10% dari Capital
Untuk KUK minimal 20% dari loan
Bunga deposit paling tinggi dibandingkan dengan bunga tabungan dan bunga giro, sehingga untuk penyaluran KUK, digunakan dana tabungan agar tidak terjadii Negative Miss Match.
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2,
Kliring
About Bank & Lembaga Keuangan ( Kliring )
Part_1
Fungsi bank yang paling utama adalah bagaimana bank dapat memperoleh sumber dana dari surplus unit dan selanjutnya dana tersebut dialokasikan atau disalurkan lagi ke deficit unit atau yang membutuhkan.
Dalam menjalankan fungsinya, bank komersial menggunakan sarana kliring untuk memudahkan penyelesaian transaksi antarbank. Bank dapat saling memperhitungkan hutang-piutang yang terjadi akibat transaksi bisnis yang dilakukan masing-masing nasabahnya. Transaksi antara nasabah bank tersebut menggunakan alat bayar berupa cek, bilyet giro, atau surat dagang lainnya yang lazim diterima oleh bank.
Kliring merupakan sarana atau cara perhitungan hutang-piutang dalam bentuk surat-surat berharga atau surat dagang dari suatu bank peserta yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk. Kliring didefinisikan juga sebagai pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antarbank baik atas nama bank maupun nasabah yang hasil perhitngannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Jika melihat dari sisi akuntansi secara umum dalam bank maka dapat dibuat :
Proses dan Akuntansi Kliring
WARKAT / NOTA DAN DOKUMEN KLIRING
1. Warkat / Nota
Adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban atau untuk untung rekening nasabah atau bank melalui kliring. Nota yang dapat diperhitungkan dalam kliring otomasi adalah:
a. Cek
Adalah cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) termasuk cek dividen, cek perjalanan, cek cinderamata, dan jenis cek lainnya yang penggunaannya dalam kliring disetujui oleh Bank Indonesia.
b. Bilyet Giro
Adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia.
c. Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT)
Adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.
d. Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT)
Adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank peserta penerima dana transfer melalui kliring lokal.
e. Warkat / Nota Debet
Adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk untung bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut. Warkat debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh bank yang menyampaikan warkat debet kepada bank yang akan menerima warkat debet tersebut.
f. Warkat / Nota Kredit
Adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk untung bank ata nasabah bank yang menerima warkat tersebut.
TATA CARA PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL MANUAL
Penyelenggaraan kliring terdiri dari dua tahap yaitu Kliring Penyerahan (Kliring 1) dan Kliring Pengembalian (Kliring 2) yang merupakan satu kesatuan siklus kliring. Peserta wajib mengikuti kedua kegiatan tersebut sampai kliring dinyatakan selesai.
1. Kliring Penyerahan
Warkat / Nota kliring yang diserahkan oleh masing-masing peserta:
a. Warkat Debet Keluar (WDK):
Warkat yang disetorkan oleh nasabah suatu bank untuk keuntungan rekening nasabah tersebut.
b. Warkat Kredit Keluar (WKK):
Warkat pembebanan ke rekening nasabah yang menyetorkan untuk keuntungan rekening nasabah lain.
2. Kliring Pengembalian
Warkat kliring yang diterima dari peserta lain:
a. Warkat Debet Masuk (WDM):
Warkat yang diserahkan oleh peserta lain atas beban nasabah bank yang menerima warkat.
b. Warkat Kredit Masuk (WKM):
Warkat yang diserahkan oleh peserta lain untuk keuntungan nasabah bank yang menerima warkat.
Hubungan antara Warkat Debet Keluar (WDK) dan Warkat Debet Masuk (WDM) dijabarkan sebagai berikut:
Bank yang menyerahkan warkat kliring keluar atau warkat debet keluar (WDK), akan menikmati penambahan rekening giro pada Bank Indonesia. Sedangkan Bank yang menerima warkatnya sendiri atau warkat debet masuk (WDM), saldo gironya pada Bank Indonesia akan berkurang sebesar nilai nominal warkat tersebut.
Mekanisme Kliring Secara Umum :
Contoh Proses Kliring
Contoh 1
Joko bayar cek terhadap atun melalui siti bank, dan siti pun ingin mengambil uang tersebut melalui Karman bank, maka hal ini memerlukan kliring melalui bank Indonesia.
Keterangan :
1 : Joko nasabah Siti Bank akan membayar pembelian kepada atun nasabah Karman Bank
2: Karman Bank menerima setoran cek dari Atun
3: Maka Karman akan meminta dana tersebut kepada Siti Bank, namun hali tersebut harus dilakukan dengan melakukan kliring melalui Bank Indonesia
4: Cek tersebut merupakan nota debet keluar bagi Karman Bank terhadap Siti Bank sehingga perlu dikliring melalui Bank Indonesia.
5: Siti Bank menerima nota debet masuk ( akun dalam transaksi ini ialah Siti Bank mendebet rekening giro Joko dan mengkredit rekening giro BI )
Akun – akun yang dibuat dari transaksi diatas ialah :
Akun Siti Bank : PenDebet rekening giro Joko dan PengKredit rekening giro BI.
Akun Bank Indonesia : Dana R / K Siti Bank dan R/ K Karman Bank dicatat sebagai liabilities
Akun Karman Bank : PengKreditan rekening giro Atun dan PenDebetan rekening giro BI
Contoh 2
Atun nasabah Karman Bank melakukan penambahan giro kepada Joko Nasabah Siti Bank
Keterangan :
1: Atun meminta Karman Bank u/ menambah Giro Joko ( nasabah Siti Bank)
2: Karman Bank mengeluarkan Nota Debet Keluar
3: Siti Bank menerima Nota Debet Masuk
4: Melakukan perubahan pada rekening Joko
Akuntansi pada masing – masing bank
Karman Bank : penDebetan tabungan Atun, PenDebetan R/K pada BI
Siti Bank : penKreditan Tabungan Joko, PengKreditan R/K pada BI
Contoh 3
Saat Siti Bank ingin menDebet dana Joko, ternyata dana joko tersebut kosong. Maka akun dari transaksi yang terjadi ini adalah
Pada Siti Bank : Debit pada R/K pada BI, Kredit pada Tabungan Joko
Pada Bank Indonesia : R/K pada Siti Bank berkurang, R/K pada Karman Bank Bertambah
Pada Karman Bank : Debet giro Tabungan Atun, Kredit R/K pada BI
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2,
Kliring
Minggu, 27 Mei 2012
TINGKAT SUKU BUNGA KREDIT KOMERSIAL TAHUN 2002 SAMPAI MARET 2012
Kredit komersial merupakan suatu bentuk
penyaluran dana bank (use of fund) yang diperuntukan bagi perdagangan maupun
pembangunan yang bersifat komersial sebagai penggerak dalam kegiatan sektor
riil.
Grafik diatas menggambarkan tingkat
suku bunga untuk kredit komersial selama sepuluh tahun dari tahun 2002 sampai
dengan maret 2012. Untuk bank persero, BUSN, PDB dan joint venture. Secara
keseluruhan, grafik menunjukkan penurunan tingkat suku bunga kredit komersial
sejak tahun 2002 hingga 2012. Secara umum dapat dikatakan bahwa terjadi
peningkatan yang signifikan pada kualitas perbankan dewasa ini, karena
penurunan pada suku bunga kredit komersial merupakan salah satu indicator ekonomi
yang berarti memberikan kesempatan yang lebih besar pada pelaku dunia usaha
(sektor riil) untuk memperoleh kredit. Penurunan tingkat suku bunga kredit
komersial secara umum ini, tidak lepas dari peran serta Bank Indonesia sebagai
pelaku kebijakan moneter dalam menurunkan suku bunga dasar (BI Rate) yang sudah
beberapa kali dilakukan. Penurunan suku bunga ini, dilakukan sebagai stimulus
bagi perekonomian dalam meningkatkan permintaan kredit dalam dunia usaha, yang
dalam jangka panjang, dalam gilirannya dapat mengkompensasi kejatuhan arus dana
masuk dari luar, sehingga dapat menjaga sektor riil dari keterpurukan. Namun
penurunan tingkat suku bunga tidak serta merta dapat dikatakan mampu
menggerakkan sektor riil, hal ini dapat dilihat dalam grafik, bahwa sepanjang 2002
sampai 2012 suku bunga kredit komersial masih berada pada level 12 sampai 15
persen, yang dapat dikatakan belum cukup berhasil dalam menggerakkan
perekonomian pada sektor riil. Hal ini dikarenakan perbankan tidak serta merta
mengucurkan kreditnya kedalam sektor riil, sebagai upaya dalam menjaga tingkat
non performing loans (kredit macet) yang masih tinggi, Hal ini bukan tanpa
alasan, banyaknya sektor riil yang dirasa belum terbukti mampu dalam menangani
pembiayan kredit menjadi alasan utama. Meskipun bank sudah gencar dalam
memasarkan kredit komersial, namun kenyataannya banyak sektor riil yang
dikatakan belum siap dan andal dalam menangani konsekuansi kredit serta
banyaknya unused plafond dan undistributed loan. Sehingga, bank lebih memilih
untuk membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang memiliki tingkat bunga
kompetitif dan dijamin aman.
Kembali kepada pergerakan tingkat suku
bunga kredit komersial yang digambarkan dalam grafik diatas, dapat dilihat
bahwa pada tahun 2004 sampai 2006 terjadi kenaikan tingkat suku bunga secara
serempak untuk Bank persero, BUSN, BPD dan JV, yang juga terjadi pada tahun
2007 sampai 2008 kecuali untuk BPD yang cenderung stabil menurun. Da beberapa
faktor yang menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga komersial mengalami peningkatan
pada tahun tahun tersebut, diantaranya ialah belum stabilnya kondisi keuangan
Indonesia pasca krisis ekonomi dunia yang menyebabkan dampak buruk pada
pertumbuhan ekonomi. Krisis global menyebabkan ketidakpastian usaha sehingga
menurunkan daya beli, yang diinterpretasikan dalam bentuk premi resiko suku
bunga, peningkatan pada premi resiko suku bunga menjadi faktor penambah dalam
penghitungan suku bunga kredit komersial yang menyebabkan bunga kredit tetap
tinggi.
Selain itu ialah masalah masih tersegmentasinya
perbankan yang memiliki likuiditas besar, menengah dan kecil. Perbedaan
kebutuhan likuiditas ini mengakibatkan sulitnya penurunan bunga kredit. Disatu
sisi, perbankan dengan likuiditas kecil akan berlomba lomba untuk menaikan
likuiditas dengan menaikan tingkat bunga simpanan. Disisi lain perbankan dengan
kemampuan likuiditas lebih besar akan memilih menjaga tingkat bunga yang
profitable baik dari simpanan maupun kredit.
Faktor lainnya ialah karena tingginya tingkat bunga yang
disebabkan oleh penawaran obligasi baik pemerintah maupun asing, tentunya
dengan tingkat bunga yang menggiurkan. Tentunya perbankan akan lebih memilih
untuk menempatkan dananya pada instrument pemerintah yang relative aman dan
menguntungkan dibandingkan dengan melakukan intermediasi dengan menerbitkan
kredit yang tergolong riskan.
Sedangkan untuk BPD, pada tahun 2007
sampai 2008 tidak mengalami kenaikan dan memiliki grafik yang lebih stabil.
Salah satu faktor keberhasilan BPD dikarenakan karena kemampuannya dalam
menambal modal inti. Contohnya seperti Bank Jabar Banten dan Bank Jatim yang
telah memperoleh modal inti diatas $1 triliun sejak 2007. Modal inti, merupakan
indicator utama keberhasilan bank untuk dapat menjaga eksistensi dalam ketatnya
persaingan bisnis dalam dunia perbankan. Dengan kecukupan modal ini, kelembagan
PBD menjadi kuat serta mampu mnopang bisnis secara ideal di daerahnya msing
masing. Dengan kemampuan permodalan tersebut, ekspansi bisnis PDB menjadi lebih
agresif, ditandai dengan stabilitas tingkat suku bunga kredit yang mampu
meningkatkan penyaluran dana untuk kredit komersial yang pada tahun 2007
samapai 2008 mencapai 20% membuat pangsa pasar kredit menjadi lebih besar di
daerahnya masing masing.
Ada
tiga langkah yang dapat ditempuh untuk mempercepat transmisi penurunan suku
bunga komersial. Pertama, percepatan pengesahan Rancangan Undang Undang Jaring
Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) . Percepatan pengesahan RUU itu akan
membantu mengeliminasi segmentasi pasar perbankan nasional yang saat ini masih
terbelah dua,antara bank-bank besar dan bankbank menengah kecil. Peraturan ini
bila disahkan nantinya memperbolehkan BI untuk menjamin pinjaman yang dilakukan
oleh perbankan melalui pasar uang antarbank sepanjang memenuhi beberapa
kriteria.Dengan jaminan ini, otomatis bukan hanya bank besar, melainkan juga
bank menengah kecil bisa menawarkan suku bunga kredit komersial yang lebih
rendah.
Langkah kedua, pengupayaan penurunan suku
bunga kredit oleh perbankan besar seperti bank pemerintah dan bank swasta nasional.
Dengan adanya penurunan oleh bank-bank tersebut, dapat direspon perbankan lain
dalam menurunkan tingkat bunga. Sehingga tingkat bunga dapat turun serempak
yang dapat segera disalurkan dalam bentuk kredit ke sektor riil. Namun,
pemerintah harus merelakan penurunan nilai pembagian dividen karena turunnya
tingkat bunga. Upaya ini akan efektif karena akan banyak penyaluran kredit ke
sektor riil yang pada akhirnya juga akan meningkatkan perekoomian nasional.
Langkah
ketiga, meningkatkan peranan perbankan nasional dalam peluncuran paket stimulus
fiskal. Paket stimulus fiskal dalam berbagai sektor ekonomi dapat di
intermediasikan melalui perbankan yang sudah jelas arah serta aturan
penyalurannya daripada melalui lembaga pemerintah yang masih terkendala oleh rumitnya
birokrasi
Sumber :
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2
Langganan:
Postingan (Atom)