Sabtu, 22 Desember 2012
Rabu, 06 Juni 2012
Pengaruh Agensi Terhadap Kolektibilitas Kredit
Kredit Perbankan
Lembaga keuangan merupakan suatu
organisasi yang melaksanakan fungsi utama dalam menyalurkan dana masyarakat,
dari yang surplus sebagai sumber dana kepada mereka yang kekurangan dana dalam bentuk
kredit (financial intermediary). Suatu lembaga yang termasuk sebagai lembaga
keuangan ialah Bank. Sebagai pelaksana fungsi financial intermediary, bank
harus menyalurkan dana yang dimilikinya dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan
fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil
atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit.
Kredit
merupakan merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang
atau badan usaha untuk meminjam uang dengan nominal tertentu dalam jangka
waktu tertentu dan tingkat bunga tertentu. Dana yang disalurkan dalam
bentuk kredit bersumber dari dana
simpanan pihak ketiga dalam bank yang bersangkutan. Yang nantinya selisih
antara bunga kredit dengan bunga deposito adalah keuntungan bank.
Sebagai
suatu badan yang memiliki kewenangan dalam menjalankan kebijakan moneter, Bank
Indonesia menghimbau bank umum untuk mencari sumber keuntungan melalui kredit,
agar uang beredar dimasyarakat dan tetap menjalankan fungsinya sebagai financial
intermediary, meskipun bank dapat pula bergerak dalam kegiatan sekuritas
moneter seperti pasar uang dan lain lain dalam mencari keuntungan.
Kredit
memiliki beberapa peranan, antara lain adalah untuk meningkatkan daya guna
uang, meningkatakan peredaran dan
lalulintas uang, meningkatkan daya guna
dan peredaran barang, menjadi salah satu stabilitas ekonomi, meningkatkan kegairahan
berusaha, meningkatkan pemerataan pendapatan serta menjadi alat untuk
meningkatkan hubungan internasional
Dalam
rangka mendorong masyarakat menggunakan dana bank melalui fasilitas kredit ini kemudian bank banyak bekerjasama dengan
lembaga lembaga independent seperti leasing ataupun agency, yang berusaha
menyediakan dana kepada masyarakat dengan persyaratan pinjaman yang lebih
mudah. Seperti halnya leasing yang meningkatkan kredit melalui penjualan suatu
produk dengan cicilan, agency juga berusaha meningkatkan kredit melalui
pemberian pinjaman berupa uang kepada masyarakat dengan cara yang lebih mudah
dibandingkan dengan melakukan pinjaman langsung kepada bank. Namun, dengan
konsekuensi tingkat bunga yang lebih tinggi.
Dalam
pembahasan kali ini, akan lebih mengacu kepada penyaluran kredit melalui
agency, apakah keuntungannya bagi perbankan, seberapa besar peran agensi dalam
meningkatkan kredit serta apa pengaruh agensi sebagai suatu lembaga penggerak
kredit terhadap tingkat kolektibilitas kredit.
Definisi
Agensi
Agensi adalah suatu lembaga keuangan
non bank yang menyediakan jasa kredit kepada masyarakat dengan jaminan lebih
rendah dibandingkan dengan lembaga keuangan bank. Agensi dibentuk sebagai suatu
media penyalur kredit dalam rangka meningkatkan kredit bagi masyrakat. Agency
biasanya memberikan pinjajaman dalam bentuk kredit konsumen, artinya dana yang
salurkan diperuntukkan untuk konsumsi masyarakat. Posisi agency terhadap Bank
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar
1 : Alur Kredit
Dalam
ilustrasi diatas digambarkan bahwa bank meminjamkan sejumlah dana dalam jumlah
besar dengan tingkat bunga i1 kepada agensi, selanjutnya agensi meminjamkan
dana pinjamannya kepada kreditor dalam bentuk kredit konsumen dengan tingkat
bunga tertentu i2. Dimana i2 > i1. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa
kredit bank juga berperan sebagai penyedia dana bagi agensi. agensi memberikan
pinjaman berupa uang kepada masyarakat dengan cara yang lebih mudah
dibandingkan dengan melakukan pinjaman langsung kepada bank. Namun, dengan
konsekuensi tingkat bunga yang lebih tinggi.
Agensi
sebagai penyedia dana untuk konsumen masyarakat dapat diklasifikasi menjadi
beraneka ragam bentuknya salah satu yang terkenal dan banyak diminati akhir
akhir ini aialah agensi kartu kredit yang akan dibahas pada sub Bab berikutnya.
Agensi
Kertu Kredit
Agensi
Kartu kredit merupakan perusahaan yang ditugaskan oleh bank yang menerbitkan kartu kredit (Card
Issuer) untuk memasarkan produk kartu kredit mereka ke khalayak ramai. Dalam
menjalankan tugasnya, perusahaan agensi akan merektut dan menugaskan para agen
agen kartu kredit mereka. Pada dasarnya, perusahaan agensi bukan saja
tergantung pada pinjaman tunai maupun kartu kredit saja. Melainkan juga
obligasi dan berbagai produk bank lainnya, tergantung produk yang dikeluarkan
oleh bank yang bersangkutan serta kerjasama antara pihak dank dan perusahan
agensi.
Akhir
akhir ini banyak bank bank yang menjalin kerjasama dengan perusahaan perusahaan
agensi, dengan alasan efisiensi dan efektivitas dalam memasarkan produknya,
diharapkan agency dapat memperluas penyebaran dana bank melalui fasilitas
kredit dengan lebih efisien dan efektif.
Resiko
Kredit
Ketika bank memberikan
pinjaman uang kepada nasabah, bank tentu saja mengharapkan keuntungan atas
bunga dan pokok pinjaman dari kreditornya. Oleh kerena itu, sebelum melakukan
kredit, tentunya bank akan melakukan analisis terhadap kemungkinan kemungkinan
resiko yang mungkin terjadi atas penyaluran kreditnya salah satunya ialah
kredit macet.
Kredit yang diberikan oleh bank
mengandung risiko, sehingga dengan demikian dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko
tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan
merupakan faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Tingkat kesehatan
bank merupakan hal terpenting
yang harus diusahakan oleh manjemen bank. Pengelola bank diharuskan memantau
keadaan kualitas aktiva produktif
yang merupakan salah
satu faktor yang
mempengaruhi kesehatannya.
Dalam dunia perbankan, terdapat
indicator yang digunakan dalam menganalisa kemungkinan resiko kredit macet yang
diatur oleh bank Indonesia dan disebut sebagai Kolektibilitas kredit.
Kolektibilitas Kredit
Penilaian terhadap
kualitas aktiva produktif
didasarkan pada tingkat kolektibilitas kreditnya. Kolektibilitas adalah suatu pembayaran pokok
atau bunga pinjaman oleh nasabah sebagaimana terlihat dalam tata usaha bank
berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No.32/268/KEP/DIR tanggal 27 Februari
1998.
Penggolongan kolektibilitas aktiva produktif sampai sejauh ini hanya
terbatas pada kredit yang diberikan.
Ukuran utamanya adalah
ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitur
baik ditinjau dari usaha maupun nilai agunan kredit yang bersangkutan.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan
oleh bank untuk melihat kemampuan debitur dalam mengembalikan pembayaran pokok
atau angsuran pokok dan bungan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati
bersama dalam perjanjian kredit serta ditinjau dari prospek usaha, kondisi
keuangan dan kemampuan membayar kredit yang diberikan, maka seluruh kredit yang
telah diberikan dapat digolongkan manjadi 5 (lima) golongan, yaitu :
1. Kategori Kredit Lancar ( Pass )
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Pembayaran angsuran pokok dan bunga
tepat waktu.
Memiliki Mutasi rekening yang aktif.
Bagian dari kredit dijamin dengan uang
tunai.
2. Kategori Kredit Kurang Lancar (
Substandard ) apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Terdapat tunggakan angsuran Pokok dan
Bunga yang telah melampaui 90 hari.
Frekuensi mutasi rendah.
Terjadi pelanggaran terhadap kontrak
yang telah di janjkan lebih dari 90 hari
Terjadi Mutasi masalah keuangan yang
dihadapi debitur.
Dokumentasi pinjaman lemah.
3. Kategori Kredit Diragukan
(Doubfull) apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Terdapat tunggakan angsuran pokok atau
bunga yang telah melampaui 180 hari.
Terjadinya wanprestasi lebih dari 180
hari.
Terjadi cerukan yang bersifat
permanen.
Terjadi Kapitalisasi bunga
Dokumentasi hukum yang lemah baik
untuk perjanjian maupun Pengikat pinjaman.
4. Kategori Kredit Macet ( Loss )
apabila memenuhi kriteria :
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang
telah mencapai 270 hari.
Kerugian operasional di tuntut dengan pinjaman
baru
Dari segi hukum maupun kondisi pasar.
Jaminan tidak dapat di cairkan pada nilai wajar
Kredit Macet
Kredit macet atau kredit bermasalah (Non Performing Loan) merupakan suatu
resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah
pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditetapkan atau dijadwalkan. Yang termasuk ke dalam non performing loan adalah kredit kurang
lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia
No. 3/30/DPNP Tanggal 14 Desember 2001, NPL dapat dihitung dengan rumus :
Peningkatan NPL dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan bank, oleh karena itu bank
dituntut untuk selalu menjaga kredit tidak dalam posisi NPL yang tinggi.
Agar
dapat menentukan tingkat wajar atau sehat maka ditentukan ukuran standar yang
tepat untuk NPL. Dalm hal ini Bank Indonesia menetapkan bahwa tingkat NPL yang
wajar adalah £ 5% dari total portofolio kreditnya. Selain
dengan menggunakan NPL untuk menetukan tingkat kesehatan bank ada beberapa
rasio sewbagai tolok ukur yang dinilai dari tingkat kolektibilitas kredit.
Tolok Ukur Penilaian Kolektibilitas Kredit
Untuk mengetahui tingkat kesehatan kredit
tersebut telah dikeluarkan SK DIR BI No. 31/147/KEP/DIR, tanggal 12 November
1998 sebagai pedoman untuk menilai tingkat kolektibilitas kredit (Syahyunan,
2002) , diantaranya adalah sebagai berikut:
Keterangan :
DPK = Dalam
Perhatian Khusus
KL = Kurang Lancar
D = Diragukan
M = Macet
Ketentuan
Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bank berkinerja baik mencatat kredit macet
maksimal 5% (mengacu pada angka yang dipersyaratkan BI pada Non Performance
Loan).
Nilai
kolektibilitas kredit kita gunakan sebagai dasar perhitungan kualitas aktiva
produktif dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kriteria kesehatan bank dapat dikelompokkan
dalam 4 (empat) kelompok yaitu :
Pengaruh Agensi Kredit Terhadap Kolektibilitas
Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa peran dari lembaga non bank seperti parusahan
agensi bertujuan untuk meningkatkan kredit, dilihat dari keuntungannya dimana
tidak terdapat terlalu banyak persyaratan untuk dapat melakukan pinjaman,
sehingga cenderung lebih mudah dibandingkan dengan melakukan peminjaman
langsung kepada bank maka dapat dikatakan bahwa kehadiran perusahaan agensi
dapat secara potensial meningkatkan
kredit, sehingga dana bank dapat tersebar di masyarakat. Namun disisi
lain, karena perusahaan agensi merupakan pihak ketiga, dimana sumber dananya
juga berasal dari bank, sehingga menyebabkan tingkat bunga yang ditawarkan
untuk pinjaman akan lebih tinggi, hal ini dapat secara signifikan meningkatkan
kredit macet dan non performing loan, apabila dilakukan tanpa pengawasan dan analisis
kredit yang memadai.
Referensi :
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2,
Paper
Minggu, 03 Juni 2012
Negative Miss Match
Negative Mismatch dalam Masalah
Likuiditas Bank
Sebagai suatu lembaga masyarakat yang
menjalankan fungsi intermediasi, yaitu lembaga yang menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat, bank tidak terlepas dari berbagai resiko usaha, salah satunya
ialah resiko yang berkaitan dengan masalah likuiditas. Yang merupakan masalah
yang cukup krusial dan banyak dialami beberapa bank yang pada akhirnya harus
dilikuidasi karena tidak mampu memenejemen dan mengatur aliran dananya dengan
baik. Oleh karenanya diperlukan adanya suatu kebijakan dan manajemen resiko
yang baik sehingga tingkat resiko yang memiliki kemungkinan untuk terjadi dapat
diidentifikasi, dimonitor serta dikendalikan sehingga resiko yang berkaitan
dengan masalah likuiditas dapat selalu dijaga untuk selalu berada dalam tingkat
yang dapat ditoleransi.
Dalam makalah kali ini akan dibahas mengenai
masalah mismatch atau gap yaitu suatu ketidak seimbangan
sebagai suatu masalah yang berkaitan dengan tingkat likuiditas suatu bank. Lalu
langkah apa yang harus ditempuh dalam mengatur aliran dana bank untuk
meminimalisasi terjadinya ketidak seimbangan antara penerimaan dan penarikan
dana pada bank yang dikenal dengan mismatch.
Likiuditas
Perbankaan
Likuiditas pendanaan, dapat didefinisikan
sebagai kemampuan suatu bank dalam memenuhi kewajiban dengan relative cepat
ketika kewajiban tersebut jatuh tempo, atau secara sederhana, likuiditas adalah
suatu keaadaan disaat suatu pihak memiliki kecukupan dana saat dibutuhkan.
Sehingga suatu bank disebut likuid disaat bank tersebut mampu memenuhi
kewajibannya saat kewajiban tersebut jatuh tempo. Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban
adalah berupa permintaan likuiditas yang bersumber dari penarikan dana
masyarakat atau pencairan kredit yang sudah disetujui atau penarikan lainnya
oleh para kreditor bank.
Sehingga pada prinsipnya likuiditas adalah
kemampuan bank untuk menyediakan sejumlah dana untuk memenuhi permintaan dana
pihak lain. Sehingga, likuiditas bank dapat dicapai saat jumlah pengeluaran
atau pembayaran dana (outflow) lebih
kecil dari persediaan uang atau kas yang dimiliki bank. Dapat dinyatakan dengan
notasi sebagai berikut
Outflow < inflow + Stock of Money
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sumber dana
bank ialah berasal dari masyarakat dan kemudian dialokasikan kepada masyarakat
lagi dalam berbagai macam jenis pinjaman atau kredit. Didalam masalah
likuiditas, hal yang perlu diperhatikan salah satunya ialah karakteristik
sumber dana bank yang beraneka ragam dengan variasi tingkat volatilitas yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Misalnya ialah simpanan giro yang
memiliki peluang lebih besar untuk ditarik oleh nasabahnya dibandingkan dengan
deposito, atau dapat dikatakan sifat giro yang lebih volat dibandingkan dengan
deposito ataupun tabungan. Hal hal seperti tersebut lah yang menjadi
pertimbangan suatu bank dalam menentukan besarnya dana yang akan dipinjamkan
sebagai kredit ke masyarakat. Sehingga antara Asset dengan liabilities harus
selalu terjaga keseimbangannya agar suatu bank memiliki tingkat likuiditas yang
baik.
Negative Miss
Match dalam masalah Likiuditas
Mismatch dapat diartikan sebagai suatu ketidak
seimbangan antara penerimaan dan penarikan dana pada bank, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Dikatakan sebagai positive mismatch disaat Rate Sensitive Asset (asset yang
sensitive terhadap bunga) lebih besar daripada Rate Sensitive Liabilities (kewajiban yang sensitive terhadap
bunga) yang berarti bahwa pendapatan bergerak searah dengan tingkat bunga.
Sedangkan negative mismatch terjadi disaat rate sensitive asset lebih kecil
daripada rate sensitive liabilities yang berarti bahwa tingkat bunga dan
tingkat pendapatan bergerak dalam arah yang berlawanan. Rumus Mismatch atau Gap
dapat digambarkan sebagai berikut :
Mismatch = RSA - RSL
Dapat dikatakan bahwa negative mismatch
terjadi sebagai akibat dari adanya menejemen likuiditas yang kurang baik.
misalnya ialah pendanaan pinjaman jangka pendek dengan sumber dana deposito
masyarakat yang bersifat jangka panjang atau sebaliknya, juga memberikan
pinjaman dengan tingkat bunga kredit yang lebih kecil dari tingkat bunga sumber
dana. Contohnya ialah pemberian pinjaman untuk Kredit Usaha Kecil dengan
menggunakan dana yang bersumber dari deposito masyarakat. Hal ini tidak dapat
dilakukan karena tingkat bunga deposito lebih tinggi dari tingkat bunga kredit.
Hal ini akan menciptakan suatu kerugian bagi bank, karena sumber keuntungan
bank adalah selisih positif dari tingkat bunga deposit dan tingkat bunga
kredit. Sehingga, seharusnya kredit Usaha Kecil dapat didanai oleh simpanan
masyarakat pada bank yang memiliki tingkat bunga lebih rendah misalnya ialah
tabungan. Jenis simpanan Giro juga tidak dapat digunakan untuk mendanai Kredit
Usaha Kecil karena memiliki volatilitas yang tinggi sehingga dapat ditarik oleh
pemilikinya sewaktu waktu dibandingkan dengan tabungan.
Dari kasus diatas, diperlukan adanya suatu
manajemen yang baik yang mengatur keseimbangan antara asset dan kewajiban untuk
menghindari terjadinya dampak dari negative mismatch.
Gap
Management
Manajemen Gap adalah upaya upaya yang dapat
digunakan untuk mengelola dan mengendalikan kesenjangan (mixmatch) antara assets dan liabilities pada suatu periode yang
sama, meliputi kesenjangan dalam hal jumlah dana, suku bunga, maturity atau
perpaduan ketiganya (mix mismatch).
Gap Management adalah suatu aktifitas untuk menata dan mengatur Assets dan
Liabilities yang sensitive terhadap gejolak tingkat bunga, dalam meminimalisasi
pengaruhnya sehingga dapat dicapai keuntungan yang stabil dan berkembang.
Tujuan dari Gap manajemen adalah mengelola
resiko perubahan tingkat bunga dalam hubungannya dengan kesenjangan posisi (mixmatch) untuk tujuan repricing
structure pada kedua posisi neraca (Assets
dan Liabilities), memaksimalkan pendapatan bunga neto (net interest income) namun tetap pada tingkat fresiko yang dapat
ditolerir dan menata struktur neraca untuk mencapai hasil maksimal dalam
kaitannya dengan arah prubahan tingkat bunga yang mungkin terjadi, atau dengan
kata lain bahwa tujuan dari Gap Manajemen adalah untuk mempersempit lebarnya
kesenjangan antara Rate Sensitive Asset
dan Rate Sensitive Liability.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penatan sensitive Asset dan sensitive liabilities antara lain adalah :
·
Maturity and
Repricing, maturity adalah jangka
waktu sisa jatuh tempo, sedangkan repricing adalah jangka waktu
penetapan kembali tingkat suku bunga. Maturity dan repricing disini adalah
Maturity atau Repricing yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak
atau disebut Contractual Date
·
Interest Rate Forecast, yaitu perkiraan terhadap perubahan tingkat bunga.
·
Accelerating Change, yaitu pengaturan posisi dengan berdasar kepada interest rate forecast.
Keputusan yang
diambil dalam manajemen Gap misalnya ialah dengan:
·
mengubah struktur
jangka waktu liabilities dalam
menentukan sumber dana dan tingkat bunganya.
·
Mengubah struktur
jangka waktu Asset misalnya dengan
mengubah kebijakan kredit dan mengubah struktur jangka waktu asset dalam hal
penjualan investasi.
Referensi :
http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=119:gap-management-a-net-interest-margin&catid=70:alma&Itemid=103
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/peb96120.pdf
http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=119:gap-management-a-net-interest-margin&catid=70:alma&Itemid=103
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/peb96120.pdf
“Manajemen Dana Bank : Prinsip dan
Regulasi di Indonesia” oleh : E.S Margianti dan Budi Hermana
Label:
Bank Lembaga Keuangan 2,
Paper
Langganan:
Postingan (Atom)